Find Me !

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Pages

Thursday, October 16, 2014

laporan uji bahan hardness test

BAB  I

PENDAHULUAN


1.1      Tujuan

         1.1.1    Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness test) terhadap suatu material dengan beberapa metoda.
1.1.2    Tujuan Khusus
1.      Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness test) terhadap suatu material dengan metoda pengujian kekerasan Brinell.
2.      Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness test) terhadap suatu material dengan metoda pengujian kekerasan Vickers.
                 

1.2  Dasar Teori

Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi/penetrasi, tahan terhadap penggoresan, tahan terhadap aus, tahan terhadap pengikisan (abrasi). Kekerasan suatu bahan merupakan sifat mekanik yang paling penting, karena kekerasan dapat digunakan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik yang lain, yaitu strenght (kekuatan). Bahkan nilai kekuatan tarik yang dimiliki suatu material dapat dikonversi dari kekerasannya. Seperti pada gambar 1.





Gambar 1. Sifat bahan yang berhubungan dengan kekerasan

Ada beberapa metode pengujian kekerasan yang digunakan untuk menguji kekerasan logam, yaitu :
1.Metode Pengujian Kekerasan Brinell
2.Metode Pengujian Kekerasan Vickers
3.Metode Pengujian Kekerasan Rockwell
Dari ketiga metode yang tersebut di atas, yang biasanya digunakan hanya dua saja, yaitu Brinell dan Vickers.    

      1.2.1    Metode Pengujian Kekerasan Brinell

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengujian kekerasan brinell adalah sebagai berikut :
1.      Spesimen harus memenuhi persyaratan
o   Rata dan Halus.
o   Ketebalan Minimal 6 mm.
o   Dapat ditumpu dengan baik dan permukaan uji harus horizontal.
2.      Indentor yang digunakan adalah bola baja yang telah dikeraskan, namun untuk bahna yang sangat keras (sampai 650 BHN) digunakan bola dari karbida tungsten. Jarak antara titik pengujian minimal dua kali diameter tapak identasi.
3.      pemakaian beban (P) dan diameter identor (D) harus memenuhi persyaratan perbandingan P/D = 30 untuk baja, 10 untuk tembaga dan paduannya, serta 5 untuk aluminium dan paduannya.
4.      Pada pelaksanaannya, pengujian kekerasan ini dilakukan dengan menekan identor pada permukaaan specimen selama 10-30 detik.
5.      Nilai kekerasan pengujian ini dinyatakan dalam satuan BHN (Brinells Hardness Number) yang dihitung berdasarkan diameter identasi dengan persamaan sebagai berikut :


BHN :           

           
                                               
Dimana :
             
P = Gaya tekan (kgf)
                              D = Diameter identor bola baja (mm)
                              d = Diameter hasil identasi (mm)
     Persamaan diatas diperoleh dari :



Oval: 	D



	h
                      h
          X2 = (½ D)2 – (½ d)2
   = ¼ (D2 – d2)
               X  = ½ (D2 – d2)1/2
           X             h   = ½ D – X
Text Box: 		   d
   = ½ D – ½ (D2 – d2)1/2
   = ½ {D – (D2 – d2)}
          A  = π.D.H
   = ½ (πD) {D-(D2 – d2)1/2}
      BHN = P/A
                                                                                           = 2P / (πD) {D-(D2 – d2)1/2}
        
6.      Penulisan nilai kekerasan seperti contoh berikut :
150 BH 2,5/150 – 10
      Dimana :          150 = Nilai kekerasan.
                              BH   = Metode Pengujian Vickers
                              2,5   = Diameter Identor
150  = Gaya pembebanan (N)
                              10    = Waktu pembebanan (detik)
7.      Karena pengukuran dilakukan secara manual, maka memeberi peluang untuk terjadinya kesalahan ukur. Kesalahan itu dimungkinkan terutama pada saat pemfokusan objek pada layar, peletakan alat ukur pada objek dan pembacaan pengukurannya.

1.2.2    Metode Pengujian Kekerasan Vickers
Pada dasarnya metode pengujian kekerasan Vickers hamper sama dengan Brinells hanya identornya saja yang berbeda. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada metode pengujian kekerasan Vickers adalah sebagai berikut:
1.      Spesimen harus memenuhi persyaratan:
o   Permukaan harus rata dan Halus
o   Dapat ditumpu dengan baik dan permukaan horisontal
2.      Identor yang digunakan adalah intan yang berbentuk pyramid yang beralas bujur sangkar dengan sudut puncak antara dua sisi yang berhadapan adalah 136o
3.      Pada dasarnya semua beban bisa digunakan, kecuali untuk pelat yang tipis harus digunakan beban yang ringan.
4.      Pada pelaksanaannya, pengujian kekerasan ini dilakukan dengan menekan identor pada permukaan specimen selama 10 – 30 detik.
5.      Nilai kekerasan pengujian ini dinyatakan dalam satuan DPH (Vickers Diamond Pyramid Hardness) yang dihitung berdasarkan diagonal identasi dengan persamaan sebagai berikut :



      Untuk : α = 136o
                  Dimana  :         P = Gaya tekan (kgf)
                                          d  = diagonal identasi (mm)




Persamaan ini didapatkan dari :
Gambar 3. Hasil Tapak Tekan Pengujian Vicker 

            d  = d1+d2
                        2
                        X = d Cos 45o
                            = ½ d
                        Y = ½ X / Cos 22o
                            = (½ d ) / Cos 22o

                        L Δ AOB = ½ X.Y
                                         = (½ . ½ d. ½ d) / Cos 22o
                                         = (1/8 d2) / Cos 220
                                     A = 4 L Δ AOB
                                         = 4 (1/8 d2) / Cos 220
                                         = (½ d2) / Cos 22o
                                HVN = P/A
                                          = 1,854 P/d2
6.      Penulisan nilai kekerasan seperti contoh berikut : 150 DPH 150/10
                              Dimana :          150    = Nilai Kekerasan
                                                       DPH = Metode Pengujian Vickers
                                                      150   = Gaya Pembebanan
                                                      10     = Waktu Pembebanan
7.      Sama dengan pengujian kekerasan dengan Brinells, karena pengukuran dilakukan secara manual maka memberi kemungkinan untuk terjadinya kesalahan ukur. Kesalahan itu dimungkinkan terutama pada saat pemfokusan objek pada layar, peletakan alat ukur pada objek dan pembacaan pengukurannya.
         


BAB II
METODOLOGI
2.1  Alat dan Bahan
1.3.1       Alat
                        Peralatan-peralatan yang digunakan dalam pengujian ini adalah :
a.       Mesin uji Kekerasan
b.      Identor Bola Baja
c.       Identor Piramid Intan
d.      Obeng
e.       Stop Watch
f.       Grinding & Polishing Machine
g.      Dryer

1.3.2       Bahan
a.       Spesimen Uji Kekerasan
b.      Kertas Gosok
c.       Kain Woll
d.      Alkohol
e.       HNO3
f.       Tissue

2.2   Langkah Kerja

2.1      Metode Brinells
1.      Persiapan material uji yang meliputi :
a.       Material uji dihaluskan permukaannya yang akan diamati dengan menggunakan Polishing Machine dengan grid 120.
b.      Apabila material uji dirasa belum halus dapat dihaluskan kembali dengan menggunakan grid 120  atau 240 dengan arah yang berbeda 900 dari arah semula.
c.       Material uji di-Etching (dietsa) dengan menggunakan larutan nital 2% yaitu dengan menggunkan larutan HNO3 2ml + Alkohol 98ml.
d.      Material uji dikeringkan dengan menggunakan dryer.
2.      Dibuat beberapa titik dengan menggunakan pensil untuk tiap-tiap daerah (BM, WM dan HAZ) yang akan diamati.
3.      Ditentukan beban indentor yang akan digunakan berdasarkan jenis dan diameter indentor.
4.      Atur handle Hardness Test Machine pada posisi Brinells.
5.      Letakkan bola baja pada tempat indentasinya.
6.      Letakkan indentor bola baja pada tempatnya di Hardness Test Machine dengan menggunakan obeng.
7.      Letakkan pen sesuai dengan beban indentasi yang telah ditentukan berdasarkan jenis dan diameter indentor.
8.      Letakkan specimen dan atur dengan tepat pada titik penetrasi yang telah ditentukan.
9.      Geser handle beban dengan tangan kanan pada posisi siap untuk penetrasi.
10.  Putar hand whell dengan tangan kiri sehingga permukaan specimen tepat menyentuh ujung indentor.
11.  Setelah  10 detik tarik handle beban dan kunci pada tempatnya.
12.  Nyalakan lampu dan atur posisi specimen serta focus lensa sehingga bekas indentasi tampak pada layar.
13.  Ukur diameter indentasi dan catat pada worksheet yang ada.
14.  Dilakukan prosedur no.8 sampai dengan no.13 untuk masing-masing titik yang telah ditentukan.

2.2      Metode Vickers
1.      Persiapan material uji yang meliputi :
a.       Material uji dihaluskan permukaannya yang akan diamati dengan menggunakan Polishing Machine dengan grid 120.
b.      Apabila material uji dirasa belum halus dapat dihaluskan kembali dengan menggunakan grid 120 atau 240 dengan arah yang berbeda 900 dari arah semula.
c.       Material uji di-Etching (dietsa) dengan menggunakan larutan nital 2% yaitu dengan menggunkan larutan HNO3 2ml + Alkohol 98ml.
d.      Material uji dikeringkan dengan menggunakan dryer.
2.      Dibuat beberapa titik dengan menggunakan pensil untuk tiap-tiap daerah (BM, WM dan HAZ) yang akan diamati.
3.      Ditentukan beban indentor yang akan digunakan berdasarkan jenis dan diameter indentor.
4.      Atur handle Hardness Test Machine pada posisi Vickers.
5.      Letakkan Pyramid intan pada tempat indentasinya.
6.      Letakkan indentor pyramid intan pada tempatnya di Hardness Test Machine dengan menggunakan obeng.
7.      Letakkan pen sesuai dengan beban indentasi yang telah ditentukan berdasarkan jenis dan diameter indentor.
8.      Letakkan specimen dan atur dengan tepat pada titik penetrasi yang telah ditentukan.
9.      Geser handle beban dengan tangan kanan pada posisi siap untuk penetrasi.
10.  Putar hand whell dengan tangan kiri sehingga permukaan specimen tepat menyentuh ujung indentor.
11.  Setelah  15 detik tarik handle beban dan kunci pada tempatnya.
12.  Nyalakan lampu dan atur posisi specimen serta focus lensa sehingga bekas indentasi tampak pada layar.
13.  Ukur diameter indentasi dan catat pada worksheet yang ada.
14.  Dilakukan prosedur no.8 sampai dengan no.13 untuk masing-masing titik yang telah ditentukan.



BAB  III
ANALISA DATA

3.1      Data yang diperoleh

UJI KEKERASAN / HARDNESS TEST
No.

Metode dan Hasil Pengujian
Brinells
Vickers
Beban (P) : 187,5 kgf
Indentor    : Bola Baja
Waktu       : 20 detik
Ø Bola      : 2,5 mm
Beban (P) : 30 kgf
Indentor    : Piramid Intan
Waktu       : 20 detik
BM
HAZ
WM
BM
HAZ
WM
(mm)
(mm)
(mm)
(mm)
(mm)
(mm)
1
d1=1,149
d1=1,108
d=1,135
0,902
1,003
0,876
d2=1,215
d2=1,128
0,846
0,789
2
d1=1,165
d1=1,063
d=1,132
1,034
0,800
0,838
d2=1.221
d2=1,115
0,883
0,844
3
d1=1,148
d1=1,074
d=1,132
0,848
0,917
0,836
d2=1,215
d2=1,160
0,874
-
Dimana :
a. BM     : Base Metal
b. HAZ  : Heat Affected Zone
c. WM    : Weld Metal









3.2  Perhitungan
3.2.1    Brinells

No

 D2

 d2
D2-d2 
 (D2-d2)1/2
 D-(D2-d2)1/2 
HAZ
BM
WM
HAZ
BM
WM
HAZ
BM
WM
HAZ
BM
WM
 (mm2)
 (mm2)
 (mm2)
 (mm2)
 (mm2)
 (mm2)
 (mm2)
 (mm)
 (mm)
 (mm)
(mm) 
(mm) 
 (mm)
1
6,250
1,130
0,885
0,967
5,120
5,365
5,283
2,263
2,316
2,298
0,237
0,184
0,202
2
6,250
1,093
0,918
1,066
5,157
5,332
5,184
2,271
2,309
2,277
0,229
0,191
0,223
3
6,250
1,114
0,988
1,169
5,136
5,262
5,081
2,266
2,294
2,254
0,234
0,206
0,246

A.    Heat Affected Zone (HAZ)
1.      BHN   =     
=                                  
= 201,1711kgf/mm2                                       
2.      BHN   = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }
       =
= 208,317 kgf/mm2
3.      BHN  = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }
                 =
                       = 204,190 kgf/mm2

Rata-rata BHN pada  Heat Affected Zone (HAZ) = BHN tot / 3
                                                                                   =
                                                                                   = 204,559 kgf/mm2
Jadi Nilai Kekerasan : 204,559 BH 2,5/187,5 – 15




B.  Weld Metal (WM)
1.      BHN   = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }   
=                         
= 259,594 kgf/mm2                                            
2.      BHN   = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }
                   =                 
= 250,099 kgf/mm2
3.       BHN  = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }
=
=231,574 kgf/mm2

Rata-Rata BHN pada Weld Metal (WM) = BHN tot / 3
                                                                                     =
                                                                                     = 247,089 kgf/mm2
Jadi Nilai Kekerasan : 247,089 BH 2,5/187,5 – 15

C.  Base Metal (BM)
  1. BHN   = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }                
=          
                  = 236,768 kgf/mm2                                      
2. BHN     = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }
=
                        = 213.862 kgf/mm2
  1. BHN   = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }
=
= 194,178 kgf/mm2

Rata-Rata BHN pada Base Metal (BM) = BHN tot / 3
                                                                  =
                                                                 = 214,936 kgf/mm2
Jadi Nilai Kekerasan : 214,936 BH 2,5/187,5 – 15 

Vickers
No
WM
BM
HAZ
d1+d2
(d1+d2)/2

(mm)
(mm)
(mm)
(mm)
(mm)

d1
d2
d1
d2
d1
d2
WM
HAZ
BM
WM
HAZ
BM
1
0,486
0,478
-
-
-
-
0,964
-
-
0,482
-
-
2
0,504
0,530
-
-
-
-
1,034
-
-
0,517
-
-
3
0,529
0,536
-
-
-
-
1,065
-
-
0,532
-
-

Weld Metal (WM)
1.      DPH    = 1,854                             
                  = 1,854                                      
                         = 115,394 kgf/mm2                                    
      2.  DPH     = 1,854
                         = 1,854
                                 =107,582 kgf/mm2
3.   DPH    = 1,854
                  = 1,854
                  =104,548 kgf/mm2
Rata-Rata DPH  pada  Weld Metal (WM) = DPH tot / 3
                                                                          =  kgf/mm2
                                                                          = 109,174 kgf/mm2
                              Jadi Nilai Kekerasan : 109,174 DPH 30/15




BAB  IV
PEMBAHASAN

            Sebelum Hardness Test dilakukan material uji terlebih dahulu harus dihaluskan permukaan material uji yang akan diamati. Hal tersebut ditujukan agar tidak diperoleh bekas hasil indentasi palsu yang tampak pada layar mesin Hardness Test akibat tidak ratanya permukaan material uji yang diamati, sehingga dengan permukaan  yang halus dapat diperoleh bekas indentasi yang baik yang tampak pada layar mesin Hardness Test.
            Pada Hardness Test juga perlu dilakukan sketsa pada material uji yang akan diamati agar dapat dilakukan pengujian kekerasan pada daerah-daerah tertentu yang tampak pada material uji setelah dilakukannya sketsa.
Daerah-daerah tersebut meliputi daerah BM (Base Metal), WM (Weld Metal) dan HAZ (Heat Affected Zone), seperti pada gambar 4. Sehingga dapat diketahui nilai kekerasan pada masing-masing daerah tersebut setelah dilakukannya Hardness Test.
BM
 
Gambar 4. Daerah HAZ, BM dan WM


Pada hasil analisa data yang telah diperoleh berdasarkan data yang telah diperoleh dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan bahwa pada Hardness Test dengan menggunakan metode brinell bahwa nilai kekerasan didaerah HAZ paling rendah daripada nilai kekerasan di daerah WM dan BM. Sedangkan nilai kekerasan didaerah WM lebih besar daripada nilai kekerasan yang ada pada daerah BM. Hal tersebut dikarenakan pada saat dilakukannya proses pengelasan terjadi perubahan struktur pada material uji tersebut yang mana setelah pengelasan tersebut selesai dilakukan banyak terdapat struktur Martensit pada material uji tersebut dan apabila pada Hardness Test tersebut didapatkan nilai kekerasan di daerah BM yang lebih besar dari pada nilai kekerasan pada daerah WM maupun HAZ maka material uji tersebut dinyatakan tidak lulus uji kekerasan.
Hal itu dikarenakan pengelasan pada suatu material tidak hanya ditujukan untuk menyambung 2 material uji tetapi juga ditujukan untuk memperbaiki sifat mekanik dari material uji tersebut.
            HAZ memiliki nilai kekerasan lebih rendah daripada daerah yang lain dikarenakan pada saat proses pengelasan selesai  di daerah HAZ lebih lambat pendinginannya daripada WM sehingga kekerasan di daerah WM lebih keras daripada HAZ.
Gambar 5. Diagram CCT (Continuous Cooling Transformation)
Karena laju pendinginnannya sangat cepat, maka driving force inipun akan menjadi sangat besar sehingga seolah-olah pergeseran atom-atom untuk mengubah FCC menjadi BCC dapat terjadi tanpa difusi, hanya karena dorongan driving force. Tetapi karena austenite mengandung sejumlah karbon, sedangkan ferrit hanya mampu melarutkan sedikit sekali karbon, maka karbon yang seharusnya keluar dari larutan akan terperangkap (atom karbon sudah tidak dapat lagi berdifusi keluar karena ia sudah tidak lagi memiliki cukup energi untuk berdifusi, temperatur sudah terlalu rendah) dalam struktur (yang seharusnya BCC) dan menyebabkan struktur baru itu terdistorsi, tidak menjadi BCC tetapi menjadi BCT (Body Centered Tetragonal) yaitu martensit. Karena adanya karbon yang terperangkap ini, struktur itu (martensit) menjadi tegang dan karenanya menjadi sangat keras (sampai Rockwell C 65), tetapi juga getas.
Dari  diagram dapat di simpulkan bahwa daerah HAZ banyak terdapat struktur martensit yang lebih banyak daripada WM sehingga didaerah HAZ memiliki kekerasan yang lebih tinggi daripada WM.
Namun ketika material tersebut  mengalami adanya flame heating struktur mikro baja karbon berubah menjadi ferit dan perlit dan kandungan karbida meningkat pada baja tahan karat. Dan terkadang dengan adanya flame heating struktur mikro berubah menjadi ferit, bainit dan perlit pada baja karbon dan kandungan karbida pada baja tahan karat turun. Struktur mikro logam las berupa ferit skeletal dalam matrik austenit dan tidak berubah selama proses perlakuan flame heating dan apabila kekerasan terendah terjadi di HAZ itu berarti material baja karbon tersebut mengalami perlakuan flame heating


BAB V
KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa didalam melakukan Hardness Test harus sesuai dengan prosedur kerja yang ada agar dapat diperoleh hasil indentasi yang baik pada material uji yang berpengaruh terhadap hasil pengamatan bekas hasil indentasi pada material uji yang tampak pada layar mesin Hardness Test.
Dan dari nilai kekerasan yang diperoleh bahwa di daerah HAZ memiliki nilai kekerasan paling rendah dikarenakan material sebagai bahan uji mengalami proses flame heating.

                       
DAFTAR PUSTAKA

1.      Daniel A. Brandt [1985] Metallurgy Fundamental. The Goodheart- Willcox. Inc, USA.
2.      Dosen Metallurgi, [1986], Petunjuk Praktikum Logam, jurusan Teknik MEsin FTI, ITS.
3.      M.M. Munir,[2000], Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik Bangunan Kapal, PPNS.
4.      Prasojo Budi, [2003], Jobsheet Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik Permesinan Kapal, PPNS.
5.      www.msn.cam.ac.uk






2 comments: