BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Mahasiswa
mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness
test) terhadap suatu material dengan beberapa metoda.
1.1.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengujian
kekerasan (hardness test) terhadap
suatu material dengan metoda pengujian kekerasan Brinell.
2. Mahasiswa mampu melakukan pengujian
kekerasan (hardness test) terhadap
suatu material dengan metoda pengujian kekerasan Vickers.
1.2 Dasar Teori
Kekerasan
suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk menerima beban tanpa
mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi/penetrasi, tahan
terhadap penggoresan, tahan terhadap aus, tahan terhadap pengikisan (abrasi).
Kekerasan suatu bahan merupakan sifat mekanik yang paling penting, karena kekerasan
dapat digunakan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik yang lain, yaitu strenght
(kekuatan). Bahkan nilai kekuatan tarik yang dimiliki suatu material dapat
dikonversi dari kekerasannya. Seperti pada gambar 1.
Gambar 1. Sifat bahan yang berhubungan dengan kekerasan
Ada
beberapa metode pengujian kekerasan yang digunakan untuk menguji kekerasan
logam, yaitu :
1.Metode Pengujian Kekerasan Brinell
2.Metode Pengujian Kekerasan Vickers
3.Metode Pengujian Kekerasan Rockwell
Dari
ketiga metode yang tersebut di atas, yang biasanya digunakan hanya dua saja,
yaitu Brinell dan Vickers.
1.2.1 Metode
Pengujian Kekerasan Brinell
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan pada pengujian kekerasan brinell adalah sebagai
berikut :
1.
Spesimen harus memenuhi
persyaratan
o
Rata dan Halus.
o
Ketebalan Minimal 6 mm.
o
Dapat
ditumpu dengan baik dan permukaan uji harus horizontal.
2. Indentor yang digunakan adalah bola baja
yang telah dikeraskan, namun untuk bahna yang sangat keras (sampai 650 BHN)
digunakan bola dari karbida tungsten. Jarak antara titik pengujian minimal dua
kali diameter tapak identasi.
3. pemakaian beban (P) dan diameter identor
(D) harus memenuhi persyaratan perbandingan P/D = 30 untuk baja, 10 untuk
tembaga dan paduannya, serta 5 untuk aluminium dan paduannya.
4.
Pada pelaksanaannya, pengujian
kekerasan ini dilakukan dengan menekan identor pada permukaaan specimen selama
10-30 detik.
5.
Nilai kekerasan pengujian ini
dinyatakan dalam satuan BHN (Brinells Hardness Number) yang dihitung
berdasarkan diameter identasi dengan persamaan sebagai berikut :
BHN :
Dimana :
P = Gaya
tekan (kgf)
D = Diameter identor bola baja (mm)
d = Diameter hasil identasi (mm)
Persamaan diatas diperoleh dari :
X2 = (½ D)2
– (½ d)2
= ¼ (D2 – d2)
X =
½ (D2 – d2)1/2
X
h
= ½ D – X
=
½ D – ½ (D2 – d2)1/2
= ½ {D – (D2 – d2)}
A
= π.D.H
= ½ (πD) {D-(D2 – d2)1/2}
BHN = P/A
= 2P / (πD) {D-(D2
– d2)1/2}
6. Penulisan nilai kekerasan seperti contoh
berikut :
150 BH
2,5/150 – 10
Dimana : 150
= Nilai kekerasan.
BH = Metode Pengujian Vickers
2,5 = Diameter Identor
150 = Gaya pembebanan (N)
10 = Waktu pembebanan
(detik)
7.
Karena pengukuran dilakukan
secara manual, maka memeberi peluang untuk terjadinya kesalahan ukur. Kesalahan
itu dimungkinkan terutama pada saat pemfokusan objek pada layar, peletakan alat
ukur pada objek dan pembacaan pengukurannya.
1.2.2 Metode Pengujian Kekerasan Vickers
Pada
dasarnya metode pengujian kekerasan Vickers hamper sama dengan Brinells hanya
identornya saja yang berbeda. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada metode
pengujian kekerasan Vickers adalah sebagai berikut:
1.
Spesimen harus memenuhi
persyaratan:
o
Permukaan harus rata dan Halus
o
Dapat
ditumpu dengan baik dan permukaan horisontal
2. Identor yang digunakan adalah intan yang
berbentuk pyramid yang beralas bujur sangkar dengan sudut puncak antara dua
sisi yang berhadapan adalah 136o
3. Pada dasarnya semua beban bisa digunakan,
kecuali untuk pelat yang tipis harus digunakan beban yang ringan.
4.
Pada pelaksanaannya, pengujian
kekerasan ini dilakukan dengan menekan identor pada permukaan specimen selama
10 – 30 detik.
5.
Nilai kekerasan pengujian ini
dinyatakan dalam satuan DPH (Vickers Diamond Pyramid Hardness) yang dihitung
berdasarkan diagonal identasi dengan persamaan sebagai berikut :
Untuk : α = 136o
Dimana : P
= Gaya tekan (kgf)
d = diagonal identasi (mm)
Persamaan
ini didapatkan dari :
Gambar 3. Hasil Tapak Tekan Pengujian Vicker |
d = d1+d2
2
X
= d Cos 45o
= ½ d
Y
= ½ X / Cos 22o
= (½ d ) / Cos 22o
L
Δ AOB
= ½ X.Y
= (½ . ½ d. ½ d) / Cos 22o
= (1/8 d2) / Cos 220
A = 4 L Δ AOB
= 4 (1/8 d2) / Cos 220
= (½ d2) / Cos 22o
HVN = P/A
= 1,854 P/d2
6. Penulisan nilai kekerasan seperti contoh
berikut : 150 DPH 150/10
Dimana : 150 = Nilai Kekerasan
DPH = Metode Pengujian Vickers
150 = Gaya Pembebanan
10 = Waktu Pembebanan
7.
Sama dengan pengujian kekerasan
dengan Brinells, karena pengukuran dilakukan secara manual maka memberi
kemungkinan untuk terjadinya kesalahan ukur. Kesalahan itu dimungkinkan
terutama pada saat pemfokusan objek pada layar, peletakan alat ukur pada objek
dan pembacaan pengukurannya.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
1.3.1 Alat
Peralatan-peralatan
yang digunakan dalam pengujian ini adalah :
a.
Mesin uji Kekerasan
b.
Identor Bola Baja
c.
Identor Piramid Intan
d.
Obeng
e.
Stop Watch
f.
Grinding & Polishing
Machine
g.
Dryer
1.3.2 Bahan
a.
Spesimen Uji Kekerasan
b.
Kertas Gosok
c.
Kain Woll
d.
Alkohol
e.
HNO3
f.
Tissue
2.2 Langkah Kerja
2.1
Metode Brinells
1.
Persiapan material uji yang
meliputi :
a. Material uji dihaluskan permukaannya yang akan diamati dengan
menggunakan Polishing Machine
dengan grid 120.
b. Apabila material uji dirasa belum halus
dapat dihaluskan kembali dengan menggunakan grid 120 atau 240 dengan arah yang berbeda 900
dari arah semula.
c. Material uji di-Etching (dietsa) dengan
menggunakan larutan nital 2% yaitu dengan menggunkan larutan HNO3
2ml + Alkohol 98ml.
d. Material uji dikeringkan dengan
menggunakan dryer.
2. Dibuat beberapa titik dengan menggunakan
pensil untuk tiap-tiap daerah (BM, WM dan HAZ) yang akan diamati.
3. Ditentukan beban indentor yang akan
digunakan berdasarkan jenis dan diameter indentor.
4.
Atur handle Hardness Test Machine
pada posisi Brinells.
5. Letakkan bola baja pada tempat
indentasinya.
6. Letakkan indentor bola baja pada tempatnya
di Hardness Test Machine dengan menggunakan obeng.
7. Letakkan pen sesuai dengan beban indentasi
yang telah ditentukan berdasarkan jenis dan diameter indentor.
8. Letakkan specimen dan atur dengan tepat
pada titik penetrasi yang telah ditentukan.
9. Geser handle beban dengan tangan kanan
pada posisi siap untuk penetrasi.
10. Putar hand whell dengan tangan kiri
sehingga permukaan specimen tepat menyentuh ujung indentor.
11. Setelah
10 detik tarik handle beban dan kunci pada tempatnya.
12.
Nyalakan lampu dan atur posisi
specimen serta focus lensa sehingga bekas indentasi tampak pada layar.
13.
Ukur diameter indentasi dan
catat pada worksheet yang ada.
14.
Dilakukan prosedur no.8 sampai
dengan no.13 untuk masing-masing titik yang telah ditentukan.
2.2
Metode Vickers
1. Persiapan material uji yang meliputi :
a. Material uji dihaluskan permukaannya yang
akan diamati dengan menggunakan Polishing Machine dengan grid 120.
b. Apabila material uji dirasa belum halus
dapat dihaluskan kembali dengan menggunakan grid 120 atau 240 dengan arah yang
berbeda 900 dari arah semula.
c. Material uji di-Etching (dietsa) dengan
menggunakan larutan nital 2% yaitu dengan menggunkan larutan HNO3
2ml + Alkohol 98ml.
d. Material uji dikeringkan dengan
menggunakan dryer.
2. Dibuat beberapa titik dengan menggunakan
pensil untuk tiap-tiap daerah (BM, WM dan HAZ) yang akan diamati.
3. Ditentukan beban indentor yang akan
digunakan berdasarkan jenis dan diameter indentor.
4.
Atur handle Hardness Test
Machine pada posisi Vickers.
5.
Letakkan Pyramid intan pada
tempat indentasinya.
6.
Letakkan indentor pyramid intan
pada tempatnya di Hardness Test Machine dengan menggunakan obeng.
7. Letakkan pen sesuai dengan beban indentasi
yang telah ditentukan berdasarkan jenis dan diameter indentor.
8. Letakkan specimen dan atur dengan tepat
pada titik penetrasi yang telah ditentukan.
9. Geser handle beban dengan tangan kanan
pada posisi siap untuk penetrasi.
10. Putar hand whell dengan tangan kiri
sehingga permukaan specimen tepat menyentuh ujung indentor.
11. Setelah
15 detik tarik handle beban dan kunci pada tempatnya.
12.
Nyalakan lampu dan atur posisi
specimen serta focus lensa sehingga bekas indentasi tampak pada layar.
13.
Ukur diameter indentasi dan
catat pada worksheet yang ada.
14.
Dilakukan prosedur no.8 sampai
dengan no.13 untuk masing-masing titik yang telah ditentukan.
BAB III
ANALISA DATA
3.1
Data yang diperoleh
UJI KEKERASAN / HARDNESS
TEST
|
||||||
No.
|
Metode dan Hasil
Pengujian
|
|||||
Brinells
|
Vickers
|
|||||
Beban (P) : 187,5 kgf
Indentor : Bola Baja
Waktu : 20 detik
Ø Bola : 2,5 mm
|
Beban (P) : 30 kgf
Indentor : Piramid Intan
Waktu : 20 detik
|
|||||
BM
|
HAZ
|
WM
|
BM
|
HAZ
|
WM
|
|
(mm)
|
(mm)
|
(mm)
|
(mm)
|
(mm)
|
(mm)
|
|
1
|
d1=1,149
|
d1=1,108
|
d=1,135
|
0,902
|
1,003
|
0,876
|
d2=1,215
|
d2=1,128
|
0,846
|
0,789
|
|||
2
|
d1=1,165
|
d1=1,063
|
d=1,132
|
1,034
|
0,800
|
0,838
|
d2=1.221
|
d2=1,115
|
0,883
|
0,844
|
|||
3
|
d1=1,148
|
d1=1,074
|
d=1,132
|
0,848
|
0,917
|
0,836
|
d2=1,215
|
d2=1,160
|
0,874
|
-
|
Dimana :
a. BM : Base Metal
b. HAZ : Heat Affected Zone
c. WM : Weld Metal
3.2 Perhitungan
3.2.1 Brinells
No
|
D2
|
d2
|
D2-d2
|
(D2-d2)1/2
|
D-(D2-d2)1/2
|
||||||||
HAZ
|
BM
|
WM
|
HAZ
|
BM
|
WM
|
HAZ
|
BM
|
WM
|
HAZ
|
BM
|
WM
|
||
(mm2)
|
(mm2)
|
(mm2)
|
(mm2)
|
(mm2)
|
(mm2)
|
(mm2)
|
(mm)
|
(mm)
|
(mm)
|
(mm)
|
(mm)
|
(mm)
|
|
1
|
6,250
|
1,130
|
0,885
|
0,967
|
5,120
|
5,365
|
5,283
|
2,263
|
2,316
|
2,298
|
0,237
|
0,184
|
0,202
|
2
|
6,250
|
1,093
|
0,918
|
1,066
|
5,157
|
5,332
|
5,184
|
2,271
|
2,309
|
2,277
|
0,229
|
0,191
|
0,223
|
3
|
6,250
|
1,114
|
0,988
|
1,169
|
5,136
|
5,262
|
5,081
|
2,266
|
2,294
|
2,254
|
0,234
|
0,206
|
0,246
|
A. Heat Affected Zone (HAZ)
1.
BHN =
=
= 201,1711kgf/mm2
2.
BHN = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }
=
= 208,317 kgf/mm2
3.
BHN = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }
=
= 204,190 kgf/mm2
Rata-rata BHN pada Heat Affected Zone (HAZ) = BHN tot / 3
=
= 204,559
kgf/mm2
Jadi Nilai
Kekerasan : 204,559 BH 2,5/187,5 – 15
B. Weld Metal (WM)
1.
BHN = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }
=
= 259,594 kgf/mm2
2.
BHN = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }
=
= 250,099 kgf/mm2
3.
BHN =
2F/ πD {D – (D2 – d2) }
=
=231,574 kgf/mm2
Rata-Rata BHN
pada Weld Metal (WM) = BHN tot / 3
=
= 247,089 kgf/mm2
Jadi Nilai Kekerasan : 247,089 BH 2,5/187,5 – 15
C. Base Metal (BM)
- BHN = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }
=
= 236,768 kgf/mm2
2. BHN = 2F/ πD {D – (D2
– d2) }
=
= 213.862 kgf/mm2
- BHN = 2F/ πD {D – (D2 – d2) }
=
= 194,178 kgf/mm2
Rata-Rata BHN pada Base Metal
(BM) = BHN tot / 3
=
= 214,936 kgf/mm2
Jadi Nilai Kekerasan
: 214,936 BH 2,5/187,5 – 15
Vickers
No
|
WM
|
BM
|
HAZ
|
d1+d2
|
(d1+d2)/2
|
|||||||
|
(mm)
|
(mm)
|
(mm)
|
(mm)
|
(mm)
|
|||||||
|
d1
|
d2
|
d1
|
d2
|
d1
|
d2
|
WM
|
HAZ
|
BM
|
WM
|
HAZ
|
BM
|
1
|
0,486
|
0,478
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0,964
|
-
|
-
|
0,482
|
-
|
-
|
2
|
0,504
|
0,530
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1,034
|
-
|
-
|
0,517
|
-
|
-
|
3
|
0,529
|
0,536
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1,065
|
-
|
-
|
0,532
|
-
|
-
|
Weld Metal (WM)
1.
DPH = 1,854
=
1,854
= 115,394
kgf/mm2
2. DPH =
1,854
= 1,854
=107,582 kgf/mm2
3. DPH
= 1,854
=
1,854
=104,548
kgf/mm2
Rata-Rata DPH pada
Weld Metal (WM) = DPH tot / 3
= kgf/mm2
= 109,174 kgf/mm2
Jadi Nilai
Kekerasan : 109,174 DPH 30/15
BAB IV
PEMBAHASAN
Sebelum Hardness Test dilakukan material
uji terlebih dahulu harus dihaluskan permukaan material uji yang akan diamati.
Hal tersebut ditujukan agar tidak diperoleh bekas hasil indentasi palsu yang
tampak pada layar mesin Hardness Test akibat tidak ratanya permukaan material
uji yang diamati, sehingga dengan permukaan
yang halus dapat diperoleh bekas indentasi yang baik yang tampak pada
layar mesin Hardness Test.
Pada
Hardness Test juga perlu dilakukan sketsa pada material uji yang akan diamati
agar dapat dilakukan pengujian kekerasan pada daerah-daerah tertentu yang
tampak pada material uji setelah dilakukannya sketsa.
Daerah-daerah tersebut
meliputi daerah BM (Base Metal), WM (Weld Metal) dan HAZ (Heat Affected Zone),
seperti pada gambar 4. Sehingga dapat diketahui nilai kekerasan pada
masing-masing daerah tersebut setelah dilakukannya Hardness Test.
|
Pada hasil analisa data yang
telah diperoleh berdasarkan data yang telah diperoleh dari percobaan yang telah
dilakukan didapatkan bahwa pada Hardness Test dengan menggunakan metode brinell
bahwa nilai kekerasan didaerah HAZ paling rendah daripada nilai kekerasan di
daerah WM dan BM. Sedangkan nilai kekerasan didaerah WM lebih besar daripada
nilai kekerasan yang ada pada daerah BM. Hal tersebut dikarenakan pada saat
dilakukannya proses pengelasan terjadi perubahan struktur pada material uji
tersebut yang mana setelah pengelasan tersebut selesai dilakukan banyak
terdapat struktur Martensit pada material uji tersebut dan apabila pada
Hardness Test tersebut didapatkan nilai kekerasan di daerah BM yang lebih besar
dari pada nilai kekerasan pada daerah WM maupun HAZ maka material uji tersebut
dinyatakan tidak lulus uji kekerasan.
Hal itu dikarenakan pengelasan
pada suatu material tidak hanya ditujukan untuk menyambung 2 material uji
tetapi juga ditujukan untuk memperbaiki sifat mekanik dari material uji
tersebut.
HAZ
memiliki nilai kekerasan lebih rendah daripada daerah yang lain dikarenakan
pada saat proses pengelasan selesai di
daerah HAZ lebih lambat pendinginannya daripada WM sehingga kekerasan di daerah
WM lebih keras daripada HAZ.
Gambar 5. Diagram CCT (Continuous Cooling Transformation) |
Karena laju pendinginnannya
sangat cepat, maka driving force inipun akan menjadi sangat besar sehingga
seolah-olah pergeseran atom-atom untuk mengubah FCC menjadi BCC dapat terjadi
tanpa difusi, hanya karena dorongan driving force. Tetapi karena austenite
mengandung sejumlah karbon, sedangkan ferrit hanya mampu melarutkan sedikit
sekali karbon, maka karbon yang seharusnya keluar dari larutan akan
terperangkap (atom karbon sudah tidak dapat lagi berdifusi keluar karena ia
sudah tidak lagi memiliki cukup energi untuk berdifusi, temperatur sudah
terlalu rendah) dalam struktur (yang seharusnya BCC) dan menyebabkan struktur
baru itu terdistorsi, tidak menjadi BCC tetapi menjadi BCT (Body Centered
Tetragonal) yaitu martensit. Karena adanya karbon yang terperangkap ini,
struktur itu (martensit) menjadi tegang dan karenanya menjadi sangat keras
(sampai Rockwell C 65), tetapi juga getas.
Dari diagram dapat di simpulkan bahwa daerah HAZ
banyak terdapat struktur martensit yang lebih banyak daripada WM sehingga
didaerah HAZ memiliki kekerasan yang lebih tinggi daripada WM.
Namun ketika material tersebut
mengalami adanya flame heating struktur
mikro baja karbon berubah menjadi ferit dan perlit dan kandungan karbida
meningkat pada baja tahan karat. Dan terkadang dengan adanya flame heating
struktur mikro berubah menjadi ferit, bainit dan perlit pada baja karbon dan
kandungan karbida pada baja tahan karat turun. Struktur mikro logam las berupa
ferit skeletal dalam matrik austenit dan tidak berubah selama proses perlakuan
flame heating dan apabila kekerasan terendah terjadi di HAZ itu berarti
material baja karbon tersebut mengalami perlakuan flame heating
BAB V
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah
dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa didalam melakukan Hardness Test harus
sesuai dengan prosedur kerja yang ada agar dapat diperoleh hasil indentasi yang
baik pada material uji yang berpengaruh terhadap hasil pengamatan bekas hasil
indentasi pada material uji yang tampak pada layar mesin Hardness Test.
Dan dari nilai kekerasan yang
diperoleh bahwa di daerah HAZ memiliki nilai kekerasan paling rendah
dikarenakan material sebagai bahan uji mengalami proses flame heating.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Daniel A. Brandt [1985] Metallurgy Fundamental. The Goodheart-
Willcox. Inc, USA .
2. Dosen Metallurgi, [1986], Petunjuk Praktikum Logam, jurusan Teknik
MEsin FTI, ITS.
3. M.M. Munir,[2000], Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik Bangunan Kapal,
PPNS.
4. Prasojo Budi, [2003], Jobsheet Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik Permesinan Kapal, PPNS.
5.
www.msn.cam.ac.uk
oke
ReplyDeleteoke zone dot com
ReplyDelete