BAB VII
MOMEN INERSIA, TEGANGAN NORMAL
DAN TEGANGAN GESER
VII.1 MOMEN INERSIA PENAMPANG DAN TEGANGAN NORMAL
Setelah gaya lintang dan momen lengkung yang bekerja pada
penampang kapal dapat diketahui, maka kita merencanakan ukuran bagian kontruksi
memanjang (untuk bangunan baru) akan memeriksa ukuran yang sudah ada (untuk
memperbaiki dan perubahan kapal). Kapal
harus mampu menahan gaya lintang dan momen lengkung yang terjadi dengan aman
dalam arti tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan yang diijinkan, dan
pelat kapal, pelat bilah dan pelat hadap tidak kehilangan stabilitasnya
(mengalami buckling).
Untuk
menghitung tegangan kita memakai persamaan (7.1) :
Jadi
kita harus menetukan y yang merupakan jarak “titik berat bagian yang dihitung
tegangannya” terhadap sumbu netral (garis mendatar yang melalui titik berat
penampang dan menghitung momen inersia penampang I(x).
Seperti
telah dijelaskan didepan bahwa; akibat beban momen lengkung yang bekerja pada
badan kapal ,maka bagian penampang
kapal yang mengalami tekanan dan
posisinya mendatar (horizontal)
sebelum dimasukkan kedalam tabel perhitungan momen inersia harus sudah
diperhitungkan lebar efektipnya,
dengan cara seperti pada uraian didepan.
Karena
penampang lintang kapal mempunyai banyak bagian, maka menghitung momen
inersianya tak dapat dihitung dengan memakai rumus dasar ( I
= 1/12
b.h3 ) dan
sebaiknya dilakukan dalam bentuk tabulasi seperti diperlihatkan pada tabel
VII.1. dan gambar 7.1 .
Tabel
VII.1 : Perhitungan
momen inersia penampang
No.
|
Nama
Bagian
|
Lebar
l
|
Tinggi
t
|
Luas
= A
=
l x t
|
Lengan
a
|
a.A
|
a2.A
|
I0
= 1/12 b.h3
|
1
|
Lunas
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Penump.
1
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Penump.
2
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Plt.
Dasar 1
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Plt.
Dasar 2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
…..
|
|
|
|
|
|
|
|
|
…..
|
|
|
|
|
|
|
|
i
|
…..
|
li
|
ti
|
Ai
|
ai
|
ai.Ai
|
ai2.Ai
|
I0
i
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
S Ai
|
|
S ai.Ai
|
S ai2.Ai
|
S I0
|
a =
Jarak tegak titik berat bagian kegaris
dasar.
aNA = titik
berat gabungan diatas garis dasar.
Idsr = momen
inersia seluruh penampang terhadap garis dasar.
INA = momen
inersia seluruh penampang terhadap garis sumbu netral.
I0 =
momen inersia bagian terhadap sumbu
yang sejajar sumbu netral dan melalui titik berat bagian itu sendiri.
Tabel di depan disusun untuk bentuk penampang yang simetris
terhadap bidang tengah bujur kapal.
Untuk pemasukan data dari “bagian yang berimpit dengan bidang tengah
bujur kapal” kedalam tabel, ukuran tebalnya hanya dimasukkan setengah dari
harga sebenarnya, ( misalnya ; penumpu
tengah, sekat memanjang pada bidang tengah bujur kapal, dsb. ), sedang data
bagian yang dipotong oleh bidang tengah bujur kapal ukuran lebarnya hanya
dimasukkan setengah dari harga sebenarnya, ( misalnya ; lebar lunas datar ).
Bagian yang lainnya hanya dimasukkan satu sisi saja, bagian kiri dari
bidang tengah atau bagian kanan.
Jika penampang kapal tidak simetris terhadap bidang tengah bujur
kapal, maka seluruh data ukuran dari bagian penampang kapal yang akan dihitung
momen inersianya harus dimasukkan kedalam tabel perhitungan.
Selanjutnya perhitungan dilaksanakan dengan rumus berikut :
dan
Karena pada
umumnya keseluruhan bagian penampang mempunyai tebal yang jauh lebih kecil bila
dibandingkan dengan ukuran lebarnya, maka dalam perhitungan momen inersia
penampang bagian dapat dilakukan beberapa penyederhanaan sebagai berikut .
|
Marilah kita
perhatikan gambar 7.2 diatas , I0
hanya dapat dihitung terhadap sumbu yang sejajar atau tegak lurus pada
tebalnya. Jika bagian yang dihitung
tidak sejajar dengan sumbu manapun ( misalnya;
pelat tepi pada konstruksi alas ganda ) , maka sebagai pendekatan harga
momen inersia penampangnya terhadap sumbu x’ adalah :
Ix’ = (
A.d2 )/12 ………………….(7.4)
dimana :
A
= luas penampang bagian
d
= proyeksi b pada sumbu y’
Untuk bagian yang melengkung, misalnya pelat bilga, maka bagian ini
dipotong-potong menjadi beberapa bagian yang mendekati lurus, kemudian
perhitungan masing-masing bagian dilakukan dengan mempergunakan rumus (7.4)
seperti yang telah dijelaskan diatas.
Selanjutnya tegangan lengkung sBE pada penampang x dapat kita hitung dengan mempergunakan persamaan
(7.1) :
Dari persamaan diatas dapat kita lihat bahwa, makin besar harga y
akan mengakibatkan semakin besarnya harga tegangan lengkung sBE. Untuk suatu penampang kapal, titik
yang terletak di geladak dan di dasar akan memiliki harga y yang terbesar,
dengan kata lain sBE di
geladak dan di dasar merupakan tegangan lengkung yang maksimum.
Apabila
tegangan lengkung yang terjadi di geladak dan di dasar tidak melampaui tegangan
ijin yang telah ditentukan, maka hal ini berarti bahwa konstruksi kapal yang
direncanakan memenuhi syarat kekuatan atau dapat dikatakan bahwa kapal tersebut
mampu menerima beban yang akan mengenainya dalam pelayarannya. Adapun besarnya tegangan
ijin menurut BKI ’ 78 adalah sebagai berikut :
Selain syarat
diatas, Biro Klasifikasi Indonesia juga memberikan persyaratan untuk modulus
penampang minimum dan momen ineria penampang minimum seperti yang telah
diuraikan dimuka.
Pada kapal-kapal kecil, biasanya
titik berat penampang lebih dekat ke alas dari pada ke geladak, akibatnya harga
Wgeladak menjadi lebih kecil.
Pada kapal besar hal ini tidak diinginkan dan BKI menyebutkan sebagai
berikut :
Walas =
1,05 . Wgeladak untuk
kapal muatan kering
Walas = Wgeladak untuk kapal tanker
Jika setelah dihitung ternyata harga tegangan lengkung hasil
perhitungan lebih besar dari pada tegangan ijin, maka untuk mengurangi harga
tegangan lengkung dapat dilakukan dengan memperkecil momen lengkung yang
terjadi (kalau mungkin), atau memperbesar harga momen inersia terhadap sumbu
netral INA.
Cara yang paling efektif untuk menaikkan harga momen inersia adalah
menambah luas penampang pada bagian yang jauh dari sumbu netral atau mempunyai
harga y besar (biasanya di geladak).
Hal ini
disebabkan karena pada posisi yang mempunyai harga y besar akan selalu menghasilkan harga koreksi
perpindahan momen inersia (ai2.Ai) yang besar
pula.
VII.2 TEGANGAN
GESER.
Untuk menghitung tegangan geser pada penampang kapal, kita lihat suatu elemen yang dibatasi oleh dua penampang tegak lurus sumbu x dan jarak dx.
Gambar
7.3 : Elemen balok sepanjang dx
Pada ujung kiri bekerja gaya dalam Q dan M, pada ujung kanan bekerja
Q + dQ dan M + dM.
Kita buat lagi
dua penampang tegak lurus sumbu Z dan berjarak dz.
Pada ujung A’
dari elemen ini bekerja tegangan normal sebesar ;
Pada ujung A
dari elemen ini bekerja tegangan normal sebesar :
Dengan demikian gaya yang berkerja di A’ dan A adalah :
Sebagai gaya luar, resultan gaya adalah :
Jika kita lihat
penampang mulai dari tepi palka, sampai ke titik A dan A’ , maka resultan gaya
adalah :
……….(7.6)
Dimana notasi
Ms adalah = harga momen statis penampang yang dimaksud terhadap sumbu z , dan gaya N ini bekerja pada penampang, A’-A yang luasnya =
t.dx.
Tegangan geser
pada penampang ini adalah :
Selanjutnya marilah kita lihat elemen yang dibatasi oleh kedua
penampang A’ dan A tersebut (lihat gambar 7.4) : Jika kita lihat keseimbangan nomen terhadap
titik tengah elemen, maka semua s
mempunyai lengan sebesar nol dan untuk dx = dz ® 0, akan diperoleh : txz
= tzx ………..
(7.8)
Ini berarti
bahwa :
bekerja pada
penampang yang sama dengan penampang yang dikenai Q dan M.
Selanjutnya kita
lihat pelat sisi pada elemen A’-A dan membuat dua penampang yang tegak lurus
sumbu y. Tegangan akibat momen lengkung
tetap dapat dihitung dengan cara seperti perhitungan yang telah kita lakukan
pada perhitungan sA
diatas, demikian juga dengan resultan gaya N.
Dalam perhitungan untuk pelat sisi ini, dari syarat keseimbangan
dapat diperoleh harga tegangan geser sebagai berikut :
Dan dengan
melihat elemen kecil seperti diatas kita dapat memperoleh hubungan sebagai
berikut :
tyx = txy ………..
(7.11)
Sehingga :
……….. (7.12)
Jadi kita lihat
bahwa gaya lintang pada penampang tegak lurus sumbu x, berjalan menyusuri
diding penampang dan tidak harus selalu searah dengan Q.
Ternyata untuk penampang dinding
tipis, tegangan lintang tidak terjadi tegak lurus dinding, tetapi searah dengan
dinding dan tersebar merata pada tebal dinding (karenanya lebih umum disebut
tegangan geser).
Jika tegangan
lintang dikalikan dengan tebal pelat, kita memperoleh gaya persatuan panjang
diding (panjang ini di ukur menyusur dinding) yang tersebut “shear flow atau
kerapatan gaya lintang T. Harga T ini kita peroleh dari hasil kali
tebal pelat t dengan tzx atau tyx .
Dalam hal ini T juga berarti besar gaya lintang persatuan panjang pada
arah sumbu. x .
Jadi hal penting yang selalu harus diingat adalah; bahwa sambungan las
atau sambungan lain, baik pada arah melintang maupun membujur akan selalu
mendapat beban gaya geser.
0 comments:
Post a Comment