Find Me !

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Pages

Wednesday, October 8, 2014

Kuliah ITS Kekuatan Kapal BAB VII



BAB VII

MOMEN INERSIA, TEGANGAN NORMAL

DAN TEGANGAN GESER


VII.1   MOMEN INERSIA PENAMPANG DAN TEGANGAN NORMAL

Setelah gaya lintang dan momen lengkung yang bekerja pada penampang kapal dapat diketahui, maka kita merencanakan ukuran bagian kontruksi memanjang (untuk bangunan baru) akan memeriksa ukuran yang sudah ada (untuk memperbaiki dan perubahan kapal).  Kapal harus mampu menahan gaya lintang dan momen lengkung yang terjadi dengan aman dalam arti tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan yang diijinkan, dan pelat kapal, pelat bilah dan pelat hadap tidak kehilangan stabilitasnya (mengalami buckling).
Untuk menghitung tegangan kita memakai persamaan (7.1)  :
           
Jadi kita harus menetukan y yang merupakan jarak “titik berat bagian yang dihitung tegangannya” terhadap sumbu netral (garis mendatar yang melalui titik berat penampang dan menghitung momen inersia penampang I(x).
Seperti telah dijelaskan didepan bahwa; akibat beban momen lengkung yang bekerja pada badan kapal ,maka bagian penampang kapal yang mengalami tekanan dan posisinya mendatar (horizontal) sebelum dimasukkan kedalam tabel perhitungan momen inersia harus sudah diperhitungkan lebar efektipnya, dengan cara seperti pada uraian didepan.
Karena penampang lintang kapal mempunyai banyak bagian, maka menghitung momen inersianya tak dapat dihitung dengan memakai rumus dasar  (  I =  1/12  b.h3 ) dan sebaiknya dilakukan dalam bentuk tabulasi seperti diperlihatkan pada tabel VII.1. dan gambar 7.1 .

            Tabel VII.1 :  Perhitungan momen inersia penampang
No.
Nama Bagian
Lebar
l
Tinggi
t
Luas = A
= l x t
Lengan
a
a.A
a2.A
I0 =  1/12  b.h3
1
Lunas







2
Penump. 1







3
Penump. 2







4
Plt. Dasar 1







5
Plt. Dasar 2








…..








…..







i
…..
li
ti
Ai
ai
ai.Ai
ai2.Ai
I0 i













S  Ai

S  ai.Ai
S  ai2.Ai
S I0
a        =     Jarak tegak titik berat bagian kegaris dasar.
aNA    =     titik berat gabungan diatas garis dasar.
Idsr     =     momen inersia seluruh penampang terhadap garis dasar.
INA     =     momen inersia seluruh penampang terhadap garis sumbu netral.
I0         =     momen inersia bagian terhadap sumbu yang sejajar sumbu netral dan melalui titik berat bagian itu sendiri.
Tabel di depan disusun untuk bentuk penampang yang simetris terhadap bidang tengah bujur kapal.  Untuk pemasukan data dari “bagian yang berimpit dengan bidang tengah bujur kapal” kedalam tabel, ukuran tebalnya hanya dimasukkan setengah dari harga sebenarnya, ( misalnya ;  penumpu tengah, sekat memanjang pada bidang tengah bujur kapal, dsb. ), sedang data bagian yang dipotong oleh bidang tengah bujur kapal ukuran lebarnya hanya dimasukkan setengah dari harga sebenarnya, ( misalnya ;  lebar lunas datar ).
Bagian yang lainnya hanya dimasukkan satu sisi saja, bagian kiri dari bidang tengah atau bagian kanan.


 









Jika penampang kapal tidak simetris terhadap bidang tengah bujur kapal, maka seluruh data ukuran dari bagian penampang kapal yang akan dihitung momen inersianya harus dimasukkan kedalam tabel perhitungan.

Selanjutnya perhitungan dilaksanakan dengan rumus berikut :
           
dan
           

Karena pada umumnya keseluruhan bagian penampang mempunyai tebal yang jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan ukuran lebarnya, maka dalam perhitungan momen inersia penampang bagian dapat dilakukan beberapa penyederhanaan sebagai berikut .





Gambar 7.2 :  Momen inersia dengan perputaran sumbu

 



 
Marilah kita perhatikan gambar 7.2 diatas ,  I0 hanya dapat dihitung terhadap sumbu yang sejajar atau tegak lurus pada tebalnya.  Jika bagian yang dihitung tidak sejajar dengan sumbu manapun ( misalnya;  pelat tepi pada konstruksi alas ganda ) , maka sebagai pendekatan harga momen inersia penampangnya terhadap sumbu x’ adalah :
            Ix’  =   ( A.d2 )/12                                            ………………….(7.4)
dimana :
            A  =  luas penampang bagian
            d  =  proyeksi b pada sumbu y’

Untuk bagian yang melengkung, misalnya pelat bilga, maka bagian ini dipotong-potong menjadi beberapa bagian yang mendekati lurus, kemudian perhitungan masing-masing bagian dilakukan dengan mempergunakan rumus (7.4) seperti yang telah dijelaskan diatas.  Selanjutnya tegangan lengkung sBE pada penampang x dapat kita hitung dengan mempergunakan persamaan (7.1) :
           
Dari persamaan diatas dapat kita lihat bahwa, makin besar harga y akan mengakibatkan semakin besarnya harga tegangan lengkung sBE. Untuk suatu penampang kapal, titik yang terletak di geladak dan di dasar akan memiliki harga y yang terbesar, dengan kata lain sBE di geladak dan di dasar merupakan tegangan lengkung yang maksimum.
Apabila tegangan lengkung yang terjadi di geladak dan di dasar tidak melampaui tegangan ijin yang telah ditentukan, maka hal ini berarti bahwa konstruksi kapal yang direncanakan memenuhi syarat kekuatan atau dapat dikatakan bahwa kapal tersebut mampu menerima beban yang akan mengenainya dalam pelayarannya. Adapun besarnya tegangan ijin menurut BKI ’ 78 adalah sebagai berikut :
           

Selain syarat diatas, Biro Klasifikasi Indonesia juga memberikan persyaratan untuk modulus penampang minimum dan momen ineria penampang minimum seperti yang telah diuraikan dimuka.
            Pada kapal-kapal kecil, biasanya titik berat penampang lebih dekat ke alas dari pada ke geladak, akibatnya harga Wgeladak menjadi lebih kecil.  Pada kapal besar hal ini tidak diinginkan dan BKI menyebutkan sebagai berikut :

            Walas  =   1,05 . Wgeladak            untuk kapal muatan kering
            Walas  =   Wgeladak                      untuk kapal tanker

Jika setelah dihitung ternyata harga tegangan lengkung hasil perhitungan lebih besar dari pada tegangan ijin, maka untuk mengurangi harga tegangan lengkung dapat dilakukan dengan memperkecil momen lengkung yang terjadi (kalau mungkin), atau memperbesar harga momen inersia terhadap sumbu netral INA.
Cara yang paling efektif untuk menaikkan harga momen inersia adalah menambah luas penampang pada bagian yang jauh dari sumbu netral atau mempunyai harga y besar (biasanya di geladak).
Hal ini disebabkan karena pada posisi yang mempunyai harga y besar  akan selalu menghasilkan harga koreksi perpindahan momen inersia (ai2.Ai) yang besar pula.

VII.2   TEGANGAN GESER.



            Untuk menghitung tegangan geser pada penampang kapal, kita lihat suatu elemen yang dibatasi oleh dua penampang tegak lurus sumbu x dan jarak dx.

Gambar 7.3 : Elemen balok sepanjang dx
Pada ujung kiri bekerja gaya dalam Q dan M, pada ujung kanan bekerja Q + dQ dan M + dM.
Kita buat lagi dua penampang tegak lurus sumbu Z dan berjarak dz.
Pada ujung A’ dari elemen ini bekerja tegangan normal sebesar ;
Pada ujung A dari elemen ini bekerja tegangan normal sebesar :
Dengan demikian gaya yang berkerja di A’ dan A adalah :
                       
Sebagai gaya luar, resultan gaya adalah :
Jika kita lihat penampang mulai dari tepi palka, sampai ke titik A dan A’ , maka resultan gaya adalah :
             ……….(7.6)

Dimana notasi Ms adalah = harga momen statis penampang yang dimaksud terhadap sumbu z , dan gaya N ini bekerja pada penampang, A’-A yang luasnya = t.dx.
Tegangan geser pada penampang ini adalah   :

Selanjutnya marilah kita lihat elemen yang dibatasi oleh kedua penampang A’ dan A tersebut (lihat gambar 7.4) :  Jika kita lihat keseimbangan nomen terhadap titik tengah elemen, maka semua s mempunyai lengan sebesar nol dan untuk dx = dz ® 0, akan diperoleh : txz   =   tzx                                            ……….. (7.8)
Ini berarti bahwa  :
                       
bekerja pada penampang yang sama dengan penampang yang dikenai  Q dan M.

            Selanjutnya kita lihat pelat sisi pada elemen A’-A dan membuat dua penampang yang tegak lurus sumbu y.  Tegangan akibat momen lengkung tetap dapat dihitung dengan cara seperti perhitungan yang telah kita lakukan pada perhitungan sA diatas, demikian juga dengan resultan gaya N.
Dalam perhitungan untuk pelat sisi ini, dari syarat keseimbangan dapat diperoleh harga tegangan geser sebagai berikut  :
                       
Dan dengan melihat elemen kecil seperti diatas kita dapat memperoleh hubungan sebagai berikut :
tyx   =   txy                                         ……….. (7.11)

Sehingga  :
                                   ……….. (7.12)
Jadi kita lihat bahwa gaya lintang pada penampang tegak lurus sumbu x, berjalan menyusuri diding penampang dan tidak harus selalu searah dengan Q.
            Ternyata untuk penampang dinding tipis, tegangan lintang tidak terjadi tegak lurus dinding, tetapi searah dengan dinding dan tersebar merata pada tebal dinding (karenanya lebih umum disebut tegangan geser).
Jika tegangan lintang dikalikan dengan tebal pelat, kita memperoleh gaya persatuan panjang diding (panjang ini di ukur menyusur dinding) yang tersebut “shear flow atau kerapatan gaya lintang  T.  Harga T ini kita peroleh dari hasil kali tebal pelat  t  dengan tzx atau tyx .  Dalam hal ini T juga berarti besar gaya lintang persatuan panjang pada arah sumbu. x .
            Jadi hal penting yang selalu harus diingat adalah; bahwa sambungan las atau sambungan lain, baik pada arah melintang maupun membujur akan selalu mendapat beban gaya geser.

0 comments:

Post a Comment